puisi

puisi

Sabtu, 10 November 2018

Tugas Besar Pelatihan ICT PTIPD UIN SGD Bandung

(TELAAH PSIKOLOGIS)


MAKALAH


Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Nilai Plagiarism Checker sebagai syarat kelulusan Pelatihan ICT 2018

Oleh
ARIS HIDAYATULLAH
NIM. 1162020033


Image result for logo uin






BANDUNG
2018 M/1439 H


DAFTAR ISI










KATA PENGANTAR

                                                       
Alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikannya makalah yang berjudul “Perkembangan Keberagamaan Peserta Didik” ini. Tak lupa rasa syukur pun tak henti-hentinya penulis sampaikan kepada Allah tuhan semesta raya, diiringi shalawat dan salam kepada baginda alam Nabiyullah Muhammad saw.
Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, keritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun sangat penulis nantikan demi perbaikan makalah berikutnya.



Bandung, 10 November 2018


Penulis




PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Dalam dunia pendidikan, seorang guru diharuskan mampu mengenali setiap peserta didiknya, terutama kepribadiannya. Dalam hal ini, agar guru bisa menyesuaikan dengan pola perilaku peserta didik tersebut dalam kegiatan belajar mengajarnya. Dalam ranah social, guru bisa menilai ataupun mendeskripsikan pola prilaku peserta didik dengan cara memperhatikan sikap peserta didik dalam kesehariannya di sekolah. Baik saat belajar di kelas maupun saat bermain bersama teman-temannya di luar kelas atau di luar jam pelajaran.
Namun, bagaimana dengan penelaaahan pola prilaku peserta didik dalam ranah spiritualnya menjadi sesuatu yang sulit untuk diketahui. Karean, seorang guru tidak mungkin mengawasi 24 jam agar mengetahui pola prilaku spiritual peserta didik tersebut. Disinilah guru harus memiliki pengetahuan atau kepekaan terhadap peserta didiknya hingga akhirnya gur tersebut bisa mengetahui pola prilaku spiritual peserta didik tersebut.
Lalau apa sih yang dimaksud spiritual? Secara umum, kata spiritual sudah tidak asing lagi di telinga kita, karena memang sering kita dengar dalam keseharian kita. Dan secara keseluruhan, kita selalu mengartikan spiritual dengan keagamaan. Padahal menurut Prof. Muhibbin spiritual itu berasala dari kata spirit, dan kata spirit pun banyak padanannya, diantaranya soul (ruh), inner-self (bagian dalam individu), character (watak), strength of mind (kekuatan akal) dan fortitude (ketabahan). Keseluruhan padanan itu tidak berkaitan secara angsung terhadap agama ataupun terhadapa kehidupan keagamaan, karena orang yang tidak memiliki agama pun memiliki ruh, watak, akal serta yag lainnya. Sehingga Prof. Muhibbin mengatakan bahwa spiritual adalah kemampuan ruhiyah yang mendorong orang berpikir, beremosi, dan bertindak bijaksana.[1]
Maka dari itu seorang guru harus mampu memahami setiap perkembangan yang dilalui oleh peserta didiknya, terutama perkembangan spiritual atau perkembangan keberagamaan peserta didiknya. Karena nantinya akan berengaruh terhadap cara berpikir dan bertindak seorang peserta didik tersebut.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana fenomena keberagamaan dalam diri manusia?
2.      Bagaimana perkembangan keberagamaan anak dan remaja?

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui fenomena keberagamaan dalam diri manusia
2.      Untuk mengetahui perkembangan keberagamaan anak dan remaja
 

BAB II

PEMBAHASAN


A.    Fenomena Keberagamaan Dalam Diri Manusia

Ibnu Maskawih mendefinisikan manusia sebagai suatu alam kecil yang maan di dalamnya ada kesamaan dengan seluruh yang ada di alam raya. Panca indra yang manusia miliki, selain memiliki kekhasannya akan tetapi juga mempunyai indra bersama yang berfungsi sebagai pengikat sesama indra. Indra ini dapat memebri citra idnrawi secara bersamaan tanpa waktu, dan tanpa pembagian. Citra ini kemudian menyatu yang akhrinya terdesak pada indra tersebut.[2] atas dasar itu, al-Farabi, al-Ghazali, serta Ibnu Rusyd mengatakan bahwa hakikat manusia itu ada 2 komponen yang urgent, yaitu:
1.      Komponen jasad, al-Farabi mendfiniskan komponen ini berasal dari alam ciptaan, yang ada bentuk, rupa, memiliki kualitas, memiliki kadar, bergerak serta diam, berjasad dan memiliki organ.[3]
2.      Komponen jiwa, al-farabi menjelaskan bahwa komponen ini bersumber dari amal perintah (kholiq) yang memiliki sifat tidak sama dengan jasad manusia. Hal ini terjadi karena jiwa adalah roh dari perintah Tuhan, meskipun tiak memiliki dzatnya.
Secara konsep psikologi, menurut Crider yang dikutip oleh Wildan Baihaqi bahwasannya manusia dipandang sebagai makhluk hidup yang dibekali kesempurnaan aspek fisik dan mental. Aspek fisik adalah semua yang melibatkan organ tubuh secara nyata nampak dan melekat pada manusia, sehingga bisa diraba dan diamati, seperti tangan, kepala, dan lain sebagainya. Sedangkan aspek mental, yaitu organ hidup manusia yang takan bisa diraba serta diamati. Akan tetapi diyakini keberadaannya. Dalam perwujudannya, aspek mental ini seperti ingatan, perasaan, pikiran, motivasi dan keyakinan.[4]
Sedangkan agama menurut kamus besar bahasa Indonesia, agama memiliki arti segenap kepercayaan (kepada Tuhan, Dewa, dsb) serta dengan ajaran kebaktian dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. (Poerwadarminta, 1982: 18). Jika dari sudut pandang kebahasaan memiliki arti peraturan-peraturan tradisional, ajaran, kumpulan hukum yang berlaku secara turun temurun seerta ditentukan dengan adat kebiasaan.[5]
Sedangkan dari pandangan sosiologi agama merupakan sebuah tindakan-tindakan dalam system social yang ada pada diri orang-orang yang mempercayai akan sesutau kekuatan tertentu (supranatural) dan memiliki fungsi agar dirinya selamat. Agama adalah suatu sistem sosial yang diperagakan masyarakat, yaitu system sosial yang dibuat manusia agar berbakti serta menyembah Tuhan. System sosial tersebut diyakini sebagai suatu erintah hukum, perintahnya langsung dating dari Tuhan supaya manusia mematuhinya. Perintah tersebut memiliki kekuatan Ilahi sehingga memiliki fungsi untuk meraih keselamatan secara pribadi dan umum.
Dari pengertian agama tersebut, maka manusia memerlukan adanya agama untuk dijadikan pedoman dalam kehidupannya. Sehingga, manusia tidak dapat dipisahkan dari agama, karena tanpa adanya sebuah agama hidup manusia tidak akan memiliki arah serta tujuan akhir yang jelas.[6]

B.     Perkembangan Keberagamaan Anak Dan Remaja

Perkembangan menurut ungkapan Alizabeth sebagaiamana yang dikuti oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir menyebut bahwa perkembangan sebagai sebuah perubahan progresif yang terjadi karena suatu proses kematangan serta pengalaman.[7]
Sedangkan J.P. Chaplin menyebutkan 4 pengertian perkembangan, yaitu : (1) perubahan yang berkelanjutan serta progresif di dalam organism, dari lahir hingga meninggal; (2) pertumbuhan; (3) perubahan (3) perubahan dalam rupa serta dalam integrasi dari bagian jasmani ke dalam bagian fungsional; (4) kedewasaan atau kenampakan pola dari perilaku yang tak diplajari.[8]
Adapaun perkembangan menurut McLeod seperti yang dikutip oleh Prof. Muhibbin menyatakan bahwa perkembangan yaitu suatu proses atau periode pertumbuhan ke arah yang lebih maju. Muhibbin pun memberikan kesimpulan mengenai perkembangan sebagai susunan perubahan jasmani serta rohani manusia menuju kea rah yang lebih terdepan dan sempurna.[9]
Jadi perkembangan dapat diartikan sebagai suatu proses pertumbuhan jasmani maupun rohani seseorang yang dapat dilihat dari perubahan fisik masupun prilaku.
Istilah anak sering disematkan kepada keadaan manusia yang sudah lahir sampai usia puber. Menurut Elizabeth Lee Vincent dan Philis C. Martin. Usia anak dibagi kedalam 3 bagian, yaitu usia bayi mulaidari 0 – 2 tahun; usia pra sekolah yaittu usia 2-6 tahun, dan usia sekolah yaitu usia 6-12 tahun.[10]
Remaja berasal dari kata adolescere yaitu bahasa latin yang artinya tumbuh kea rah kematangan (Muss:1968). Kata matang di sini meliputi kematangan fisik maupun sosial-psikologis.[11]
 Sedangkan remaja menurut Zakiah Derajat para psikolog memiliki banyak pendapat mengenai remaja, akan tetapi para psikolog tersebut juga sepakata bahwa tanda rema dimulai dengan kegoncangan, yaitu ditandai adanya haid pertama bagi perempuan dan mimpi basah bagi laki-laki. Kejaidan ini tidak sama anatar anak yang satu dengan anak yang lainnya. Ada yang mulai dari usia 12 tahun, ada juga yang sebelum usia 12 ataubahkan ada yang usia 13 tahun. Demikian juga dengan masa akhir remaja belum jelas batasan usianya. Namun, Zakiah Derajat menyebutkan bahwa usia remaj adalah usia peralihan, yang ditandai dengan masa anak-anak menuju masa dewasa. Sehingga masa remaja dapat diartikan juga sebagai masa kanak-kanak sebelum menuju masa dewasa.[12]
Dari berbagai pengertian di atas dapat dipahami bahwasannya perkembangan keberagamaan pada anak atau remaja adalah suatu proses berlakunya ataupun bertumbuhnya nilai-nilai keagamaan yang dialami oleh seorang anak ataupun remaja. Yang mana dalam proses memperoleh perkembangan teresebut Prof. Muhhin menyebutan melalui 3 tahapan yaitu :
1.      Tahap Fairi Tale Stage yaitu tahap dongeng. Yangmana tahap kesatu ini berlangsung dalamumur 3-6 tahun. Pada saat mengenal konsep Tuhan, anak lebih didominasi oleh daya khayal serta perasaan sesuai dengan tahapan perkembangan intelektualnya yang sangat sederhana. Sehingga kehidupan pada usia tersebut masih didominasi fantsi serta emosi. Menanggapi kehidupan keagamaan pun hanya berdasarkan dongeng-dongeng yang berakibat emosi tertentu. Keadaan jiwa keagamaan pada anak usia 3-6 tahun masih bersiat tidak mendalam.
2.      Tahap Realistic Stage yaitu kenyataan. Tahap ini berlangsung pada usia sekolah yitu 6-12 tahun. Pada tahapan ini konsep Tuhan mulai ditanggapi secara realistis sesuai dengan apa yang mereka terima dari orang tua, guru dan lembaga keagamaan yang ada dilingkungannya. Pada saat ini pelajaran agama dan segala amal keagamaan akan anak lakukan dengan suka cita.
3.      Tahap Individual Stage yaiu tahap mandiri. Yang mana pada tahap ini berlangsung ketika menginjak usia remaja dan setersunya. Pada tahapan ini jiwa keagamaan manusia dalam tahapan menuju sifat reaistis, yaitu berupa ketidakbergantungan lagi terhadap dongen atau semosi. Walaupun aka nada waktunya juga bahwa jiwa keagamaannya akan mengakibtakn emosi tertetu. Contohnya ketika ada orang yang menghina atau mencaci agama dan Tuhannya, maka secara refleks ia akan marah yang mana marah ini merupakan terseulunya emosi seorang manusia.[1]
Oleh sebab itu, maka seorang guru harus mampu mengenali fase perkembangan keberagamaan yang terjadi terhadap peserta didiknya, agar mampu mengarahkan menuju jiwa keberagamaan yang mantap.



BAB III

SIMPULAN


Agama adalah suatu sistem sosial yang diperagakan masyarakat, yaitu system sosial yang dibuat manusia agar berbakti serta menyembah Tuhan. System sosial tersebut diyakini sebagai suatu erintah hukum, perintahnya langsung dating dari Tuhan supaya manusia mematuhinya. Perintah tersebut memiliki kekuatan Ilahi sehingga memiliki fungsi untuk meraih keselamatan secara pribadi dan umum. Dari pengertian agama tersebut, maka manusia memerlukan adanya agama untuk dijadikan pedoman dalam kehidupannya. Sehingga, manusia tidak dapat dipisahkan dari agama, karena tanpa adanya sebuah agama hidup manusia tidak akan memiliki arah serta tujuan akhir yang jelas.
Perkembangan keberagamaan pada anak atau remaja adalah suatu proses berlakunya ataupun bertumbuhnya nilai-nilai keagamaan yang dialami oleh seorang anak ataupun remaja. Oleh sebab itu, maka seorang guru harus mampu mengenali fase perkembangan keberagamaan yang terjadi terhadap peserta didiknya, agar mampu mengarahkan menuju jiwa keberagamaan yang mantap

DAFTAR PUSTAKA


[1]      M. Syah, Telaah Singkat Perkembangan Peserta Didik, 2nd ed. Jakarta: PT Rajagrapindo Persada, 2016.
[2]      Ismail Raji al-Faruqi, Islam dan Kebudayaan, 1st ed. Bandung: Mizan, 1984.
[3]      Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1989.
[4]      Wildan Baihaqi, Psikologi Agama. Bandung: Selfpublishing, 2018.
[5]      Muhammaddin, “Kebutuhan manusia terhadap agama,” JIA/Juni 2013/Th.XIV/Nomor 1/99-114, p. 101, 2013.
[6]      Khadijah, “Pengembangan Keagamaan Anak Usia Dini,” Januari-Juni 2016, ISSN 2338-2163, vol. IV. No. 1, pp. 33–48, 2016.
[7]      Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, 3rd ed. Jakarta: PT Rajagrapindo Persada, 2002.
[8]      M. A. Muhammad Ichsan Thaib, “Perkembangan Jiwa Agama Pada Masa Al-Murahiqah (Remaja),” Al-murahiqah, vol. 17, no. 2, pp. 245–258, 2015.
[9]      Muhibbinsyah, Psikologi Perkembangan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010.
[10]    Erisa Kurnianti, “Perkembangan Bahasa Pada Anak Dalam Psikolog Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran,” J. Ilm. Univ. Batanghari Jambi, vol. 17, no. 3, pp. 47–56, 2017.
[11]    Sarwono, Psikologi Remaja. Jakarta: PT Rajagrapindo Persada, 2011.

[12]    Zakiyyah Derajat, Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1996.


Untuk file word nya silahkan KLIK DI SINI

Rabu, 22 Agustus 2018

Selamat Ulang Tahun Bung Wiji Thukul, Pulanglah!

Oleh: Aris Hidayatullah

Berawal dari kegiatan --entah bisa disebut kegiatan atau tidak, mungkin lebih tepatnya keisengan-- membuka draft kumpulan e-book atau buku PDF di handphone yang baru saja didownload, ketika itu saya mencari e-book Telaah Kritis Atas Faham Wahabi yang baru saja dikirim dari sahabat saya Ahmad Mushopa, sebenarnya sih saya yang download e-book tersebut, cuman di handphone dia (maklum kuota saya lagi kritis, he) kemudian e-book itu ia kirim ke saya via WhatsApp.

Niatan awal mencari e-book yang dimaksud (Telaah Kritis Atas Faham Wahabi), jutru saya malah menemukan e-book yang berjudul: Tempo, Edisi Wiji Thukul. Dalam hati saya berkata, "ini e-book apaan? Perasaan saya gak pernah download atau minta dari teman deh". Namun, sepertinya ada orang yang mengirim ke group WhatsApp, dan mungkin kebetulan saya sedang nge-WiFi jadi e-book tersebut otomatis terdownload.

Karena judulnya yang asing di telinga, saya pun penasaran lalu membukanya. Ternyata e-book itu adalah majalah mingguan Tempo edisi khusus Tragedi Mei 1998-2013 yang topik utama bahasannya adalah Teka-Teki Wiji Thukul dengan sedikit sinopsis yang berbunyi "ia hilang sekitar prahara Mei 1998. Diburu Kopassus, penyair ini juga menjadi target operasi kelompok lain. Siapa yang telah menghabisinya?". Begitulah yang tertera dalam cover atau sampul awal Majalah Tempo edisi 13-19 Mei 2013 tersebut. Setelah saya melihat cover dan membaca sinopsisnya itu, saya pun langsung tertarik untuk membacanya lebih lanjut.

Ya, e-book --selanjutnya disebut majalah-- itu membahas mengenai Wiji Thukul, lelaki cadel yang dianggap membahayakan Orde Baru. Ia “cacat” wicara, tapi ia dianggap berbahaya. Rambutnya lusuh. Pakaiannya kumal. Celananya seperti tak mengenal sabun dan setrika. Ia bukan burung merak yang mempesona. Tapi, bila penyair ini membaca puisi di tengah buruh dan mahasiswa, aparat memberinya cap sebagai agitator, penghasut. Selebaran, poster, stensilan, dan buletin propaganda yang ia bikin tersebar luas di kalangan buruh dan petani. Kegiatannya mendidik anak-anak kampung dianggap menggerakkan kebencian terhadap Orde Baru. Maka ia dibungkam. Dilenyapkan. Tulis dalam majalah tersebut.

Saya pun semakin penasaran dengan sosok yang dianggap "membahayakan" oleh Orde Baru itu. Lantas, saya pun mencoba mencari biografinya, karya-karyanya dan lain halnya yang bersangkutan dengan dia. Dalam masa kepo tersebut, saya menemukan bermacam-macam puisi karyanya, salah satu puisi yang berjudul Peringatan adalah puisi yang mengajakku berkenalan dengannya. Beginilah syairnya:

Peringatan

Jika rakyat pergi

Ketika penguasa pidato

Kita harus hati-hati

Barangkali mereka putus asa


Kalau rakyat bersembunyi

Dan berbisik-bisik

Ketika membicarakan masalahnya sendiri

Penguasa harus waspada dan belajar mendengar


Bila rakyat berani mengeluh

Itu artinya sudah gawat

Dan bila omongan penguasa 

Tidak boleh dibantah

Kebenaran pasti terancam


Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

Suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan

maka hanya ada satu kata: Lawan!


Dari puisinya ini, saya dapat membayangkan bahwa ia adalah sosok yang tegas dan jujur. Puisinya ini menggambarkan kebobrokan rezim saat itu. Seperti yang kita ketahui, bahwasannya pada saat rezim Soeharto kebebasan berpendapat atau mengkritik pemerintah sangat dikecam, siapapun yang berani bersuara akan dilenyapkan. Namun, dengan lantangnya Wiji Thukul menyerukan untuk melawan. Meski bukan secara terang-terangan melawan pemerintah, namun puisi-puisi yang dibuatnya dianggap sebagai ancaman yang membahayakan kaum penguasa, karena puisi-puisinya merupakan simbol perlawanan yang ditakutkan dapat "meracuni" khalayak ramai.

Tak heran jika ada istilah yang mengatakan "terkadang kata-kata bisa lebih tajam dari pedang". Ternyata Wiji Thukul pun memilih kata-kata yang dituangkan dalam sebuah puisi sebagai senjata perlawanannya terhadap penguasa ketimbang pedang. Dan puisi-puisi yang ia ciptakan cukup membuat pemerintah ketakutan.

Katanya, puisi yang berjudul Peringatan di atas sering menghiasi berbagai macam demo yang dilakukan oleh para mahasiswa, terutama pada akhir tahun 1998. Saat itu banyak orang-orang terutama mahasiswa turun ke jalanan untuk menyuarakan unek-unek mereka. Namun respon pemerintah justru lebih bringas dari massa yang menuntut reformasi, kekacauan dan tindak kekerasan aparat terjadi demi "menertibkan" massa. Akan tetapi massa tidak gentar, mereka berpegang teguh terhadap perkataan Wiji Thukul: Lawan!

Hingga akhirnya reformasi pun tercapai, akan tetapi semua itu harus dibayar mahal karena memakan banyak korban, Wiji Thukul adalah salah satunya. Setelah kejadian tersebut, Wiji Thukul hilang entah kemana, tak satupun ia meninggalkan jejak kepergiannya. Orang-orang mengatakan bahwa ia diculik pemerintah lalau dilenyapkan, namun rekan-rekannya berkata bahwa ia sembunyi dari kejaran penguasa. Karena tidak ada kabar tentang dirinya yang entah kemana,  maka pada tahun 2000 ia resmi dimasukan ke dalam daftar orang hilang di negeri ini.

Bagai tulisan di atas pasir pantai yang tersapu ombak lautan, seketika ia hilang, ia lenyap, tanpa menyisakan jejak sedikitpun. Ya, Wiji Thukul tak pernah kembali. Genap, 20 tahun sudah ia lenyap. Hari ini, 26 Agustus adalah hari dimana ia lahir kepangkuan ibu Pertiwi, 55 menjadi angka usianya tahun ini.

Selamat ulang tahun Bung, pulanglah!

Photo Wiji Thukul, 
Sumber: Google